Langsung ke konten utama
12 Mei 2015

Aku enggak masuk sekolah akibat badanku yang lemas. Aku bangun pukul sembilan pagi, dan merasa lebih baik dari sebelumya. Tersisa sedikit virus dalam tubuhku, flu. Dan badanku masih gemetar. Aku mengingat kembali ceritaku kemarin. Merasakan kembali betapa dunia mengasihiku, Terlebih Tuhan. Tiba-tiba Mbah Kakung datang.

"Masih panas badanmu?" Tanya Mbah Kakung.
"Sudah baikan, Mbah."

Mbah Kakung duduk di ruang tamu. Beliau puasa sehingga aku tak menyajikan apa-apa. "Sudah tahu kalau rumah ini udah ada yang mau beli?"
"Sudah, Mbah. Sudah diceritain ibu."
"Mbah kakung senang kalau rumah ini laku, uangnya bisa buat nutup hutang sama beli tanah di tempat yang strategis buat usaha."
"Iya, Mbah." jawabku singkat.
"Mbah Kung sudah enggak bisa apa-apa. Harapannya Mbah Kung ya hanya keluarga ini, kamu dan Wiwin. Pakde Ribut,  keluarganya sudah kacau. Sudah banyak hutang. Bulik Mus, yang cari kerja hanya suaminya. Uangnya dipakai untuk berobat anaknya, Indira yang masih perawatan di rumah sakit. Om Supri sudah sama keluarganya yang sana. Sudah enggak mau tahu urusan sini. Om bangbang sombong. Pamer kekayaannya, Enggak mau berbagi."

Aku sedih mendengarnya. Iya, beban Mbah Kakung dan Mbah uti sangat berat. Punya anak lima yang serasa sudah melupakan seseorang yang sudah membesarkannya. Lima anak itu sudah memikirkan masalahnya sendiri-sendiri. Termasuk ibuku, syukur ibu masih peduli dengan Mbah Kung. Rencana Mbah kakung yang akan tinggal bersama keluargaku kelak jika semua hutang sudah lunas. Mbah uti bisa tinggal dengan anaknya yang lain. Seorang Kakek yang sangat kucintai. Mbah kakung selalu mendoakanku untuk menjadi orang yang sukses kelak. Aku rindu, agar Mbah Kung diberi umur panjang dan bisa menikmati kesuksesanku kelak. Aku rindu itupun terjadi pada Mbah uti. Walaupun Mbah Uti bukanlah orang yang berpendidikan seperti Mbah Kung, aku sayang Mbah Uti juga. Harapan mereka kini ada padaku. Mereka menambahkan beban padaku. Tapi, tunggu dan doakan cucumu ini. Aku janji, akan membuat masa tua Mbah kakung dan Mbah uti menjadi indah. Tunggu, Mbah. Jangan pergi dulu sebelum janjiku terpenuhi. Aku minta tolong, Tuhan beri umur panjang untuk kedua simbahku ini.

Tapi, aku mulai goyah. Saat kulihat jadwal pelajaranku dan kulihat tanggal. Menghitung hari menjelang UKK (Ujian Kenaikan Kelas). Aku mulai takut dan khawatir. Aku mulai ingat kembali beban yang diberikan padaku. Aku mengingat kata orangtua dan simbahku.
"Kamu harapan kami. Jadi anak pandai dan sukses."
Aku ragu. aku takut... Dan aku mulai menitikan air mata (lagi).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Salah Langkah

Terakhir aku bercerita tahun 2020 dimana aku menemukan seseorang yang tadinya aku kira luar biasa baik, ternyata luar biasa jahat. Ya. aku tertipu, karena masih terlalu naif. umurku masih 22 tahun dimana aku baru beranjak mengenal dunia luar setelah bertahun-tahun dilarang ini dan itu. Masih dalam tahan pencarian, tapi tidak tahu apa yang sebenarnya dicari. Orang itu bersikap sangat lembut. Soft spoken, kalau kata gen z sekarang. Tidak pernah kasar, selalu terlihat baik, bahkan keluargaku awalnya mengira dia baik dan berbakat. Semua kata yang diucapkan serasa benar tanpa kebohongan dan terlihat cerdas. Saat itu aku percaya saja. Mengikuti apa yang dia katakan dan dia inginkan yang ternyata menjerumuskanku pada hubungan yang sangat tidak sehat. "Kamu mau apa? Aku bakal berusaha memenuhi kebutuhanmu," ucap dia. Ternyata ucapan dia hanya pancingan saja. Aku sudah mulai curiga dari beberapa bulan aku mengenalnya karena banyak perkataannya yang tak sinkron. Tuhan sudah menunjukan ...

Didikan Bapak Untukku

Aku mau bercerita bagaimana bapak mendidikku dengan sedikit keras. Ya, aku anak pertama dari tiga bersaudara. Perempuan semua. Aku rasa aku diciptakan memang untuk sedikit tahan banting haha. Dimulai dari kandungan ibuku, aku dengar dari ibuku kalau aku sudah kuat dari kandungan. "Dulu pas ibu hamil kamu, ibu jatuh dari motor, tapi kamu gapapa dan gak keguguran. Bahkan gak keluar darah sama sekali.." ucap ibuku masih terheran sampai sekarang. "Dulu juga ibu kerja kantoran sampe malem-malem pas kamu masih di perut.." jelas ibu. "Kuat bange kandungannya.." lanjut ibu. Saat masih bayi, kata orangtuaku, aku tak pernah takut pada siapapun. Tak pernah rewel diajak siapapun. Pernah suatu ketika, tanpa bilang orangtuaku, aku diambil dan diajak main di rumah tetanggaku. Orangtuaku sampai kebingungan mencariku, ternyata aku ada di dalam kamar tetanggaku, tanpa rewel sedikitpun. "Dulu kecil kamu tuh gampang diculik. Sama siapa aja mau." kata orangtuaku. ...

Welcome new me!

Tak terasa sudah bulan kedua di tahun 2017. Cepet juga ya! Sudah hampir 19 tahun. Sudah gede. hohoho... Tahun 2016 yang penuh berkat telah terlampaui. Banyak ceritadi tahun 2016 yang ingin aku share, tapi hanya dua yang memungkinkan aku share di sini. Dua doa yang dijawab oleh Tuhan. Pertama, aku masih begitu ingat seberapa besar keinginanku untuk menjadi mahasiswa di Universitas Sebelas Maret (UNS). Alasan aku ingin masuk UNS karena dekat rumah, orangtua tak perlu membiayai uang kost karena memang tak perlu kost. Hanya transport saja. Lagipula, UNS juga termasuk universitas ternama di Negeri ini. So, makin mantab keinginanku masuk UNS. Maih lekat diingatanku bagaimana rasanya mendambakan menjadi mahasiwa FISIP UNS jurusan Ilmu Komunikasi. Ya. Angan-angan dan harapan itu masih bisa kurasakan. Hingga tiba waktunya. Pengumuman hasil SNMPTN telah keluar. TUHAN MENJAWAB DOAKU. Tanpa test, aku bisa menjadi mahasiswa FISIP UNS. Tak perlu bekerja keras lagi untuk mendapatkan apa yang kuh...