10 Mei 2015

Hari Minggu. Satu keluarga terserang demam dan flu. Adikku, Wiwin yang paling parah hingga harus dibawa ke dokter.

"Kamu sakit juga. Wan?"
"Enggak, Pak." Itu jawabanku saat Bapak tanya. Seharusnya Bapak tahu donk aku sakit atau tidak. Tapi selama aku masih bisa berdiri, aku belum sakit parah. Hanya flu, bentar lagi juga sembuh.

Hingga Malam...
Aku Badmood (lagi)!!!
Gara-gara tugas sekolah adikku, Wieke aku harus bolak-balik untuk print out tugasnya menerjang angin malam yang menusuk dengan keadaan tubuhku yang lemah. Ditambah pikiranku yang dipenuhi oleh omelan kedua orangtuaku. Tak sampai lima menit istirahat, ibu dan bapak sudah bertengkar tak jelas. Aku enggak mood makan malam, padahal tadi siang aku lupa makan. Terpaksa aku hanya makan gorengan. Dan tenggorokanku tambah sakit.

"Ada obat flu. Diminum dulu obatnya!" Aku cuma diam saat bapak menyuruhku minum obat. Aku saja belum makan, enggak mungkin minum obat dengan perut kosong. Aku merebahkan tubuh ke kasurku. Aku ingin santai, tapi aku tak tega lihat adikku, Wieke yang harus mengerjakan tugasnya sendiri tanpa ada teman. Aku tahu rasanya mengerjakan tugas sendiri tanpa ada teman karena aku sering merasakannya. Akhirnya dengan kekuatan yang tersisa, aku bangun dan menemani Wieke dengan kebisuan. Hingga suara orang tuaku yang sedang bertengkar memecahkan keheningan.

"Ssstttt..!!!" Desisku. Aku hanya tak ingin Wieke mendengar. Berulang kali aku mendesis dengan keras.

Ibu datang ke kamar dan cerita banyak. Awalnya, Wieke menangis. Syukurlah, Wieke langsung tidur.. Kini aku tahu masalahnya. Semua karena rumah. Rencana rumah yang ditinggali keluargaku ini akan dijual untuk menutup semua hutang. Namun, Bapak dan ibu beda visi misi. Semua itu memang berawal dari masalah ekonomi yang serasa tiada berhenti.

Apa dayaku? Hanya anak SMA berumur 17 tahun yang tidak hanya memikirkan masalah sekolah. Aku pun masih memikirkan masalah ekonomi keluarga, bagaimana aku mendapat uang untuk kebutuhanku sendiri dan syukur bisa membantu masalah ekonomi keluarga.

Mungkin dari sini aku belajar mengenai kehidupan yang lebih berat lagi di masa mendatang. Kata orang, mumpung masih muda, nikmati saja masa mudamu. Tapi bagiku, mumpung masih muda, pikirkan masa depan dan kehidupan mendatang, juga pikirkan bagaimana cara untuk menjadi sukses. Jangan menikmati masa muda, tapi bekerjalah mumpung masih muda.

Sampai detik-detik aku akan tidur, Ibu masih bingung, masih bercerita banyak, dan mengeluh. membuat pikiranku semakin berat.


11 Mei 2015

Aku Kacau! Badmood! Pagi hari, badanku benar-benar kacau. Begitupun pikiranku. Serasa tak ada yang peduli. Wiwin masih sakit diranjangnya, ibu juga bertambah sakitnya gara-gara kepikiran masalah ekonominya, Bapak pun langsung pergi kerja tanpa say Hello. Dan, aku harus mengurus Wieke.

"Aku beli makan dua. Satu buat Wieke, yang satu buat Wiwin."
"Hla kamu? Ibu suruh beli tiga, kok!" Ibu marah.
"Uangnya enggak cukup, aku makan di Sekolah juga bisa." Jawabku dingin.

Aku siapkan sepeda motor untuk berangkat sekolah. Ada barangku yang masih ketinggalan. Aku ambil barangku di kamar. "Kalau sakit, enggak usah masuk dulu, Wan." perintah ibuku. Aku hanya diam. "Kamu itu! Sedikit sedikit marah!" Teriak ibuku.
"Ibu hanya enggak ngerti tentang aku." Balasku dengan nada marah.

Aku menyesal sudah berkata seperti itu dan bersikap dingin pada ibuku. Dalam perjalanan, aku menangis.

Aku memilih tidak mengikuti  upacara dan tidur di UKS untuk memulihkan sedikit tenagaku. Aku rasa memang tak ada yang peduli padaku. Tak ada teman dan sendiri. "Kamu sakit, ya? Cepat sembuh ya." Kata temanku.

"Cho, get well soon ya."
"Sakit apa?"
"Aku enggak apa-apa. Makasih ya." Itu jawabanku. Hanya ditanya dan diberi ucapan seperti itu saja aku sudah senang.

Hari ini aku ada PA (Pebelajaran Alkitab) di RP (Rumah Persukutuan) bersama Mbak Asoka, Deva, dan Nindi. Aku harus makan karena sudah tiga kali aku belum makan. Ya, seperti biasa. Aku sendiri. makan pun sendiri. Di rumah makan sederhana, aku makan sendiri. Aku benar-benar merasakan bahwa aku memang tak punya sahabat yang bisa menghilangkan kesendirianku hingga aku tak perlu menanggung tekananku sendiri.

Sampai di RP, aku cerita banyak dengan Mbak Asoka, kakak PA ku. Aku cerita tentang kesendirianku. Haya Mbak Soka tempat aku bercerita, walaupun tak semua hidupku kuceritakan. Tiba-tiba Deva dan Nindi datang dengan membawa kue ulang tahun. Aku menangis dan memeluk Mbak Asoka.

"Tuh, kan, dek. Masih ada orang yang mengasihimu." Bisik mbak Soka. "Kami enggak lupa ulang tahunya Wanda, kok." Lanjut Mbak Soka.
"Iya, makanya kami enggak ngucapin selamat saat ulang tahunmu." Tambah Deva.
"Maaf ya. Sudah telat lima hari." Tambah Nindi.

Terimakasih, itu benar-benar suprise yang menyentuh. mereka benar-benar sahabatku. Selama ini aku kira aku hanya sendiri. Tak ada Sahabat. Aku salah. Banyak yang mengasihiku. Tuhan membuka hati dan pikiranku. terimakasih teman-teman, terimakasih Tuhan. Aku selalu ingat kejadian ini dan setiap kali kuingat, air mataku selalu keluar.

Dan aku pulang dengan kepala yang sangat berat. Tuhan menyertai perjalananku. Aku tergelak di tempat tidur dengan masih berseragam dan mengenakan jaket.

"Wan? Wanda, makan dulu terus minum obat." Bapak membangunkanku. Lagi, aku melihat bahwa orang-orang di sekililingku masih mengasihiku. Keluargaku peduli. Tuhan membuka mataku kembali, Bapak mau mengantarkan surat ijin sakitku ke rumah temanku. Aku bersyukur, Terimakasih Tuhan. Tuhan mengasihiku. Ia membuka hatiku untuk terus bersyukur. Tuhan itu baik.

Komentar

Postingan Populer